Sabtu, 10 Oktober 2009

SEJARAH FOTO JURNALISTIK

| SEJARAH | Secara singkat dapat dijelaskan bahwa pada awalnya fotojurnalistik hanyalah sebagai foto pendukung sebuah penerbitan saja. Namun dalam perkembangannya fotojurnalistik tak lagi sebagai foto pelengkap. Tetapi fotojurnalistik berkembang pesat dan mampu menjadi sebuah foto berita secara mandiri tersendiri, yang mampu menghebohkan dunia.
Dan kini fotojurnalistik tidak lagi hanya sebagai islustrasi (penglengkap) sebuah naskah berita di dalam sebuah penerbitan saja.
Penggunaan teknik fotografi dalam media cetak baru terjadi pada akhir abad 19. Pada edisi tanggal 4 Maret 1877, surat kabar New York Daily Graphic yang terbit di Amerika Serikat memunculkan foto buah karya Henry J. Newton. Foto hitam putih yang menggambarkan pesona tambang pengeboran itu adalah foto perdana di dunia yang diterbitkan pada suatu media cetak. Sejak itu penggunaan foto sering kali menjadi pelengkap berita di dalam koran.

Sementara di Indonesia fotojurnalistik digunakan sebagai alat komunikasi untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Fotojurnalistik di Indonesia, pertama di buat oleh seorang warga negara Indonesia saat terjadi detik-detik ketika bangsa ini berhasil melepaskan diri dari belenggu rantai penjajahan.

Alex Mendur (1907-1984) yang bekerja sebagai kepala foto kantor berita Jepang Domei, dan adiknya Frans Soemarto Mendur (1913-1971), mengabadikan peristiwa pembacaan teks Proklamasi kemerdekaan republik Indonesia dengan kamera Leica. Pada saat itulah pada pukul 10.00 WIB pagi tanggal 17 Agustus 1945 saat dilaksanakan upacara pengibaran bendiri di Pegangsaan Timur, Jakarta foto jurnalis Indonesia lahir. Sejak reformasi tahun 1998, fotojurnalistik di Indonesia terus tumbuh, seiring kebebasan pers Indonesia.

Menurut Oscar Motuloh dalam tulisannya yang berjudul Fotojurnalistik suatu pendekatan visual dengan suara hati, mengungkapkan fotojurnalistik memeiliki karakteristik diantaranya:
1. Dasar fotojurnalistik adalah gabungan antara gambar dan kata. Keseimbangan tertulis pada teks gambar (teks foto) adalah mutlak. Caption atau teks foto membantu melengkapi informasi dan memahami sebuah imaji (gambar, foto) yang dibagi di tengah-tengah masyarakat.
Sehingga keduanya antara gambar (foto) dan berita (teks) memiliki keterikatan yang tak bisa dipisahkan. Sebuah foto mampu memberikan informasi selengkap berita apabila dilengkapi teks foto.
Berdasarkan standar IPTC International Press Telecomunication Council) teks foto harus selalu melekat di dalam foto itu sendiri. Penulisan teks foto bisa dilakukan pengeditan gambar di dalam photoshops, dengan menuliskannya di dalam file info yang telah tersdia.
2. Mediun fotojurnalistik biasanya disajikan dalam bentuk cetak baik itu surat kabar, tabloid, media internal, brosur maupun kantor berita. Bahkan saat ini media online telah masuk dalam kategori ini, mengingat perkembangan multimedia yang terus tumbuh.
Selain itu penyajian fotojurnalistik juga disajikan secara jujur, bagaimana adanya, tanpa ada rekayasa dalam penyajiannya.
3. Lingkup fotojurnalistik adalah manusia. Itu sebabnya seorang jurnalisfoto mempunyai kepentingan mutlak pada manusia. Posisinya pada puncak piramida sajian dan pesan visual. Menurut
Dinny Soutworth menyimpulkan merangkul manusia adalah pendekatan prioritas bagi seorang fotojurnalis, karena kerja dengan sobyek yang bernama manusia adalah segala-galanya dalam profesi tersebut.
4. Bentuk liputan fotojurnalitik adalah suatu upaya yang muncul dari bakat dan kemampuan seseorang fotojurnalis yang bertujuan melaporkan beberapa aspek dari berita. Menurut Chick Harrity yang telah lama bergabung dengan kantor berita Associated Press (AP), USA dan US News&World Report mengatakan, tugas seorang jurnalisfoto adalah melaporkan berita sehingga bisa memberi kesan pada pembacanya seolah-olah mereka hadir dalam peristiwa yang disiarkan itu.
Tugas fotojunalis adalah melaporkan apa yang dilihat oleh mata kemudian merekam dalam sebuah gambar yang kemudian disampaikan secara luas melalui media massa. Yang memberi kesan bawa pembaca (masyarakat) seolah-olah berada dilokasi peristiwa itu.
Itu sebabnya bagi seorang fotojurnalis sangat penting memiliki kemampuan dalam melakukan perekaman yang dituangkan dalam sebuah gambar yang dengan mudah dipahami oleh orang awam (masyarakat luas).
5. Fotojurnalistik adalah fotografi komonukasi, dimana dalam penyajiannya bisa diekspresikan seorang fotojurnalis terhadap obyeknya. Obyek pemotretan hendaknya mampu dibuat berperan aktif dalam gambar yang dihasilkan, sehingga lebih pantas menjadi obyek aktif.
Namun dalam perkembangannya kini fotojurnalistik juga merupakan media ekspresi seorang fotojurnalis terhadap hasil karya-karyanya setelah melakukan peliputan. Sehingga tak heran jika dalam sebuah media menyiapkan halamannya secara khusus untuk memajang berbagai macam foto-foto hasil liputan karya fotojurnalisnya.
6. Pesan yang disampaikan dari suatu hasil visual fotojurnalistik harus jelas dan segera bisa dipahami, oleh seluruh lapisan masyarakat. Pendapat sendiri atau pengertian sendiri tidak dianjurkan dalam fotojurnalistik, apalagi melakukan rekayasa.
Gaya pemotretan yang khas dengan polesan rasa seni, tidak menjadi batasan dalam berkarya. Yang penting pesan yang disampaikan dapat dikomunikasikan di tengah-tengah masyarakat.
7. Fotojurnalistik membutuhkan tenaga penyunting yang handal, berwawasan visual yang luas, jeli, arif dan bermoral dalam menilai foto-foto yang dihasilkan oleh fotojurnalis. Seorang penyunting (editor foto) juga harus mampu membantu mematangkan ide-ide dan konsep fotojurnalis yang melakukan liputan terhasap sebuah peristiwa. Penyunting foto juga harus mampu memberi masukan, memilih foto agar tidak monoton, hingga melakukan pemotretan ulang terhadap foto-foto yang akan disiarkan.
8. Karena fotojurnalistik menyajikan informasi yang berakurasi tinggi, seorang jurnalis secara langsung merekam peristiwa yang terjadi dilokasi tanpa merekayasa. Praktis karya-karya yang dihasilkan dari hasil peliputan fotojurnalis tak bisa terbantahkan oleh kata-kata. Pada setiap event seperti bentrokan, caos, aksi demo, dsb, seorang fotojurnalis selalu berada di garda paling depan, guna mengabadikan fakta-fakta yang terjadi melalui kameranya.

Selain itu fotojurnalistik juga dapat didefinisi dengan menyimpulkan ciri-ciri yang melekat pada gambar (foto) yang dihasilkan, antara lain:
- Memiliki nilai berita atau menjadi berita itu sendiri.
- Melengkapi suatu berita/artikel.
- Dimuat dalam suatu media (cetak, online).
- Disajikan secara jujur.
Seorang fotografer yang bekerja untuk Majalah Time, John Stanmeyer berpendapat, “fotojurnalistik adalah fotografi kebenaran, yang merupakan fotografi berkekuatan lebih besar yang bisa saya bayangkan atau yang saya buat,”.

Menurut World Press Photo Foundation, penyelenggara lomba tahunan tentang fotojurnalistik di tingkat dunia mengelompkkan fotojurnalistik menjadi beberapa kategori di antaranya adalah:
Spot news – Foto-foto insidential/ tanpa perencanaan sebelumnya, (contohnya: foto bencana, kerusuhan, teror bom, pembunuhan, tabrakan kereta api, perkelahian dll).

General news : Foto yang telah terjadwal sebelumnya (contoh: Sidang Umum MPR, Piala dunia, PON, Presiden meremikan bendungan, pembukaan pameran perumahan dll. Dalam penyajiannya lebih luas mencakup Politik, ekonomi, pertahanan, humor dsb.

People in the News
Adalah sebuah sajian foto tentang manusia (orang) yang menjadi sorotan di sebuah berita. Kecenderungan yang disajikan lebih ke profil atau sosok seseorang . Bisa karena kelucuannya, ketokohannya, atau justru salah satu dari korban aksi teror, kurban bom dsb.

Daily life : Tentang segala aktifitas manusia yang mampu menggugah perasaan dalam kesehariannya, lebih ke human interest. Contohnya: seorang tua yang sedang menggendong beban yang berat, pedagang makanan dll.

Sosial & Environment : Foto yang menggambarkan tentang sosial kehidupan masyarakat dengan lingkungan hidupnya.

Art and Culture : Foto yang dibuat menyangkut seni dan budaya secara luas, seperti pertunjukkan balet, pertunjukan yang terkait dengan masalah budaya dan musik dsb.

Science & Technology : Foto yang menyangkut perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan di muka bumi. Misalnya penemuan situs purbakala, klonning domba, pemotretan organ tubuh, proses operasi seorang pasien dsb.

Portraiture : Foto yang menggambarkan sosok wajah seseorang baik secara clouse up maupu secama medium shot. Foto ditampilkan karena kekhasan pada wajah yang dimilikinya.Sport : Foto-foto yang dibuat dari peristiwa olahraga dari seluruh cabang olehraga apa saja. Baik olahraga tradisional maupun olahraga yang telah banyak dikenal oleh awam.
Dari berbagai kategori yang telah disebutkan di atas World Press Photo Foundation selalu membagi dengan jenis foto single (foto tunggal) foto stories (foto bercerita). Seorang fotojurnalis (fotografer) diberikan keleluasaan yang lebih luas untuk dapat memnyampaikan isu-isu yang sedang berkembang di seluruh dunia, melalui karya foto.